Kamis, 27 Agustus 2015

Takwa Kepada Allah SWT & Akhlak Yang Terpuji.

عَنْ أَبِي ذَرّ جُنْدُبْ بْنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذ بْن جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ، "اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ"  - رواه الترمذي وقال حديث حسن وفي بعض النسخ حسن صحيح
Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdurrahman Mu’adz bin Jabal ra, keduanya berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Bertakwalah kepada Allah dimanapun kamu berada. Iringilah kesalahanmu dengan berbuat baik, niscaya kebaikan itu menghapusnya. Dan pergaulilah menusia dengan akhlak yang terpuji.” (HR Tirmidzi. Dia berkata “hadits ini hasan”. Bahkan beberapa kitab menyebutkan, hadits ini hasan shahih)
.SABABUL WURUD (LATAR BELAKANG HADITS)
Pesan Rasulullah saw. yang ditujukan kepada Abu Dzar ra. dan Mu’adz ini, disebutkan melalui berbagai jalur dan berbagai kesemptan, di antaranya:
a. Ibnu Abdul Bar meriwayatkan dari Anas ra. bahwa Nabi saw. mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, lalu beliau bersabda: “Ya Mu’adz bertakwalah kamu kepada Allah, pergaulilah manusia dengan akhlak yang terpuji. Jika kamu melihat kesalahan ikutilah dengan kebaikan. Mu’adz lalu berkata: “Ya Rasulallah, [ucapan] tidak ada Tuhan selain Allah termasuk kebaikan?” Rasulullah saw. menjwab: “Kalimat itu merupakan kebaikan yang paling tinggi derajatnya.”
b. Ahmad meriwayatkan bahwa Abu Dzar ra. berkata kepada Rasulullah saw., “Wahai Rasulallah, ajarkanlah kepadaku suatu perbuatan yang bisa mendekatkanku ke surga dan menjauhkanku dari neraka.” Rasulullah saw. menjawab: “Jika kamu melakukan kejelekan, maka lakukanlah kebaikan. Karena kebaikan tersebut akan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat.” Saya berkata: “Wahai Rasulallah, apakah kalimat Laa ilaaHa illallaaH termasuk kebaikan?” Rasulullah saw. menjawab, “Kalimat tersebut kebaikan yang paling tinggi derajatnya.”
Hikmah Hadits
1.    Perintah untuk senantiasa bertakwa kepada Allah SWT. Dari segi bahasa, taqwa berasala dari kata “waqo”, yang berarti ‘menjaga, melindungi, sikap waspada dan penjauhan diri dari hal-hal yang membahayakan atau dapat mencelakakan. Adapun secara istilah, taqwa adalah “menjauhkan diri dari kemurkaan, azab, teguran dan ancaman Allah SWT dengan melaksanakan segala perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya serta menjauhi hal-hal yang dapat mengarahkannya pada larangan-larangan Allah SWT.Hakekattakwadigambarkandalamkisahberikut : Pernah suatu ketika Umar bin Khattab bertanya kepada Ubai bin Ka’ab tentang taqwa. Ubai menjawab, ‘Bukankah anda pernah melewati jalan yang penuh duri?’ Umar menjawab, ‘ya!’. Ubai bertanya lagi, ‘Apa yang anda lakukan saat itu?’ Umar menjawab, ‘ Saya bersiap-siap dan berjalan dengan hati-hati.’ Ubai berkata lagi, ‘Itulah taqwa.”
Berpijak dari jawaban Ubai di atas, Utz Sayid Qutub mengemukakan, ‘Itulah taqwa, kepekaan batin, kelembutan perasaan, rasa takut terus menerus, selalu waspada dan hati-hati jangan sampai kena duri jalanan… Jalan kehidupan yang selalu ditaburi duri-duri godaan dan syahwat, kerakusan dan angan-angan, kekhawatiran dan keraguan, haparan semu atas segala sesuatu yang tidak bisa diharapkan. Ketakutan palsu dari sesuatu yang tidak pantas untuk ditakuti… dan masih banyak duri-duri yang lainnya….”

2.    Bahwa takwa itu hendaknya dilakukan dimanapun kita berada.
Artinyabahwatakwabukanlahsesuautu yang hanyamenghiasimanusiaketika di masjid saja, atau di halaqahsaja, atau di majelis-majelisdzikirsaja.Namunhendaknyatakwasenantiasamenghiasimanusiadimana pun iaberada; dimasjid, di kantor, di jalan, di pasar, di rumah, di jalan, di masyarakat, di pemerintahan, dsb. Karena Allah SWT mengetahuisegalagerakgerikmanusiadimanapuniaberada. Baikketikaseorangdiri, berdua, bertiga, dsb. Allah SWT berfirman :
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ مَا يَكُونُ مِن نَّجْوَى ثَلاَثَةٍ إِلاَّ هُوَ رَابِعُهُمْ وَلاَ خَمْسَةٍ إِلاَّ هُوَ سَادِسُهُمْ وَلاَ أَدْنَى مِن ذَلِكَ وَلاَ أَكْثَرَ إِلاَّهُوَ مَعَهُمْ أَيْنَمَا كَانُوا ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا عَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Tidakkahkamuperhatikan, bahwasesungguhnya Allah mengetahuiapa yang ada di langitdanapa yang ada di bumi? Tiadapembicaraanrahasiaantaratiga orang, melainkanDia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraanantara) lima orang, melainkanDia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraanantara (jumlah) yang kurangdariituataulebihbanyak, melainkanDiaadabersamamereka di manapunmerekaberada.KemudianDiaakanmemberitakankepadamerekapadaharikiamatapa yang telahmerekakerjakan. Sesungguhnya Allah MahaMengetahuisegalasesuatu. (QS. Al-Mujadilah : 7)

3.    Bahwa perbuatan baik bisa menghapuskan ‘dosa’ perbuatan buruk.
Bahwa perbuatan baik bisa menghapuskan dosa-dosa perbuatan buruk. Oleh karenanya, apabila karena kekhilafan kemudian kita melakukan perbuatan yang buruk, maka hendaknya ditutupi dengan perbuatan yang baik, baik berupa ibadah maupun amal shaleh pada umumnya. Hal ini sebagaimana digambarkan dalam hadtis : 
Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, ‘Bagaimana pendapat kalian sekiranya ada sungai di dekat pintu rumah salah seorang diantara kalian lalu ia mandi setiap hari lima kali, apakah akan tersisi kotoran di tubuhnya? Mereka menjawab, ‘Tidak akan tersisa kotoran di tubuhnya sedikitpun.’ Beliau bersabda, seperti itulah perumpamaan shalat lima waktu, dimana dengan shalat tersebut menghapuskan dosa-dosanya.’ (Muttafaqun Alaih)

4.    Anjuran untuk berakhlak karimah
Bahwa akhlak merupakan ciri mendasar orang yang bertakwa. Dan akhlak karimah merupakan amalan yang paling banyak dapat mengantarkan seseorang masuk ke dalam surga. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda : 
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ وَسُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ الْفَمُ وَالْفَرْجُ - رواه الترمذي

Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang hal apakah yang paling banyak memasukkan orang ke dalam surga? Beliau menjawab, ‘Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik.’ Lalu beliau ditanya tentang hal apakah yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka? Beliau menjawab, ‘Lisan dan kemaluan.’ (HR. Turmudzi)
KANDUNGAN HADITS
1. Manusia adalah khalifah di muka bumi
Allah menciptakan manusia dan memberi nikmat yang sangat dan tak terhitung. Lalu Allah memilih di antara manusia itu para Rasul. Mereka mendapatkan wahyu dari langit untuk menjelaskan jalan kebaikan dan kebahagiaan.
Allah menyuruh segenap manusia untuk menyembah-Nya semata dan tidak menyukutukan-Nya dengan suatu apapun. Allah juga memerintahkan agar mereka melaksanakan apa yang diperintahkan, menjauhi semua yang dilarang, bersegera melakukan kebaikan, menahan diri dari semua yang munkar, berusaha mewujudkan kebahagiaan bagi seluruh manusia, bersikap penuh kasih, saling bekerja sama, penuh persaudaraan, berusaha mengulurkan tangan untuk membantu saudaranya yang lain, menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji, memiliki jiwa yang baik, dan ucapan yang penuh kearifan dan kelembutan.
Dengan semua hal di atas, manusia akan mendapatkan kemenangan, kebahagiaan dunia dan akhirat , dan kekhalifahan mereka di bumi pun terealisasi. Kekhalifahan itulah yang membuat Adam lebih tinggi kedudukannya dibanding Malaikat. Allah Swt berfirman: “Dan ketika Kami perintahkan kepada malaikat untuk sujud kepada Adam, maka mereka semua sujud.” (al-Baqarah: 34)
Inilah yang dipesankan oleh Rasulullah saw. kepada kita dalam hadits di atas.
2. Pesan yang abadi
Betapa indahnya pemberian yang diterima dua shahabat di atas. Pemberian yang didengar langsung dari murabbi (pembimbing)nya, Muhammad saw.
Pada awalnya pesan ini hanya untuk mereka berdua, kemudian menjadi nasehat dan bimbingan bagi seluruh umat, karena berisi kebaikan dan manfaat yang sangat besar di dalamnya. Yang bisa mewujudkan kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat. Pesan yang agung, mencakup seluruh hak Allah swt. dan hak hamba-Nya.
3. Takwa adalah jalan keselamatan
Taujih yang paling penting bagi kita dalam hadits ini adalah “Takwa kepada Allah.” Takwa merupakan sumber dari semua kebaikan dan mencegah segala keburukan. Dengan takwa, seorang mukmin akan mendapatkan pertolongan Allah swt. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (an-Nahl: 128)
Allah swt. juga menjajikan kepada mereka rizky yang baik dan jalan keluar dari semua kesulitan, “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rizky dari jalan yang tidak diduga.” (ath-Thalaq: 2-3)
Dengan takwa mereka juga akan dilindungi dari muslihat musuh, “Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, jika kamu mendapat bencana mereka bergembira. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudlaratan kepadamu.” (Ali ‘Imraan: 120)
Allah swt. juga akan memberikan rahmat bagi orang-orang yang bertakwa. “…dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa… “ (al-A’raaf: 156)
Di akhirat, orang-orang yang bertakwa berada di sisi Allah swt: “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu di dalam taman-taman dan sungai-sungai, di tempat yang disenangi, di sisi [Rabb] Yang Maha Berkuasa.” (al-Qamar: 54-55)
Banyak sekali ayat dan hadits yang memuat keutamaan takwa dan betapa besar dampak positif yang akan dipetik. Hal ini tidaklah mengherankan karena ketakwaan adalah jalan orang-orang mukmin, juga akhlak para Nabi dan Rasul. Allah swt berfirman: “Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.” (al-An’am: 90)
Takwa juga sesuatu yang dipesankan Allah swt. kepada semua hamba-Nya, baik yang terdahulu maupun yang akan datang. Barangsiapa yang komitmen dengannya maka ia beruntung, dan barangsiapa yang menolak maka ia akan binasa dan merugi.
Allah befirman: “Dan sungguh telah Kami pesankan [memerintahkan] kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan [juga] kepada kamu, bertakwalah kepada Allah. Tetapi jika kamu kafir maka [ketahuilah], sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumia hanyalah kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya lagi Mahaterpuji.” (an-Nisaa’: 131)
4. Hakekat Takwa
Takwa adalah kata yang singkat namun penuh makna, mencakup semua yang dibawa oleh Islam; aqidah, ibadah, muamalah, dan akhlak.
Allah swt. berfirman: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang yang meminta-minta dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (al-Baqarah: 177)
Jadi takwa adalah amal perbuatan dalam rangka ketaatan kepada Allah dan tidak melakukan maksiat kepada-Nya.
Para shalafus shalih mendifinisikan takwa dengan: mentaati Allah dan tidak bermaksiat, selalu dzikir dan tidak lupa, senantiasa bersyukur dan tidak kufur. Mereka para shalafus shalih benar-benar telah melakukan dan komitmen dengan pengertian yang mereka pahami, tanpa mengenal tempat dan kondisi. Semua itu dilaksanakan sebagai realisasi dari perintah Allah swt. dan untuk menyambut panggilan-Nya.
Allah swt. berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah sekali-sekali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (Ali ‘Imraan: 102)
5. Kesempurnaan Takwa
Di antara yang menyempurnakan takwa adalah menjauhi syubhat dan sesuatu yang bercampur dengan barang haram. “Barangsiapa yang menghindari syubhat maka ia telah menjaga kebersihan agama dan kehormatannya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Termauk dalam masalah ini adalah meninggalkan beberapa hal yang sebenarnya diperbolehkan, tetapi dikhawatirkan dapat membawa ke arah yang diharamkan.
Imam Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda: “Tidaklah seorang hamba mencapai derajat muttaqiin (orang yang bertakwa), sehingga ia meninggalkan apa-apa yang sebenarnya tidak mendatangkan dosa, karena khwatir mendatangkan dosa.”
Hasan al-Bashri berkata: “Sifat takwa senantiasa melekat pada seorang yang bertakwa selama ia meninggalkan banyak hal yang sebenarnya halal, karena khawatir haram.”
6. Syarat terealisasinya ketakwaan
Yakni langkah pertama dengan memahami ajaran agama Allah swt. agar ia tahu bagaimana bertakwa kepada Allah swt. Firman-Nya: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (orang-orang yang memahami). Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahapengampun.” (Faathir: 28)
Orang yang tidak memahami tidak akan mengetahui apa yang wajib ia lakukan dan apa yang wajib ia tinggalkan. Karena itu, ilmu adalah ibadah yang paling afdhal, jalan yang menghubungkan ke surga dan tanda bahwa seseorang menginginkan kebaikan.
Rasulullah saw. bersabda: “Keutamaan seorang ulama (orang yang berilmu) atas ‘abid (ahli ibadah), seumpama keutamaanku atas orang yang paling rendah imannya di antara kalian.” (HR Muslim)
Sabdanya juga: “Barangsiapa yang menempuh sebuah jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkannya jalan menuju surga.” (HR Muslim)
Sabdanya juga: “Barangsiapa yang dikehendaki Allah menjadi baik, maka Allah akan memudahkannya dalam memahami ajaran agama.” (Muttafaq ‘alaih)
7. Taubat dan bersegera dalam melakukan kebaikan adalah akhlak seorang mukmin yang bertakwa. Terkadang seorang mukmin mengalami kealpaan atau kelalaian, dan terkadang, ia terbuai hawa nafsu atau bisikan-bisikan setan sehingga ia terperosok ke dalam kemaksiatan dan perbuatan dosa. Karenanya termasuk bagian dari ketakwaan, hendaknya ia bersegera untuk taubat dan beristighfar kepada Allah swt. saat ia sadar bahwa ia telah melakukan perbuatan dosa.
Allah befirman: “Dan [juga] orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya dirinya sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan keji itu, sedang mereka mengetahui.” (Ali ‘Imraan: 135)
Dalam ayat lain disebutkan: “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (al-A’raaf: 201)
Setelah bertaubat, seorang mukmin yang bertakwa bersegera untuk melakukan perbuatan baik dan memperbanyak amal-amal shalih, agar dosanya terhapus. Ini dilakukan karena ia percaya penuh dengan janji Allah swt. dalam ayat-Nya: “Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapus (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (Huud: 114)
Juga sebagai refleksi hadits Nabi saw. “ Dan ikutilah keburukan dengan perbuatan baik, niscaya [perbuatan baik itu] akan menghapusnya.”
8. Cahaya ketaatan menerangi kegelapan maksiat
Melakukan amal-amal shalih, seperti shalat, puasa, haji, zakat, jihad, dzikrullah dan berbagai kebaikan lainnya dapat menghapus kesalahan yang dilakukan seorang muslim, sebagaimana banyak disebutkan dalam hadits-hadits shahih, diantaranya:
a. Barangsiapa yang puasa Ramadhan karena keimanan dan mengharapkan pahala, maka dosanya yang telah lalu akan dihapus.” (HR Bukhari dan Muslim)
b. “Maukah kalian Aku tunjukkan sesuatu yang dapat menghapus kesalahan (dosa) dan mengangkat derajat?” Para sahabat berkata: “Ya, wahai Rasulallah.” Rasulullah saw. menjawab: “Menyempurnakan wudlu, meskipun dalam kondisi susah, memperbanyak langkah ke masjid dan menanti datangnya waktu shalat.” (HR Muslim)
c. “Barangsiapa yang menunaikan haji di Ka’bah dan tidak berkata keji dan kotor, maka dosanya akan terhapus, sebagaimaan ketika ia dilahirkan ibunya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Demikianlah masih banyak lagi hadits lain dan ayat-ayat al-Qur’an yang menyatakan bahwa ketaatan dapat menghapus keburukan
9. Taubat merupakan syarat dihapuskannya dosa besar
Para ulama sepakat bahwa perbuatan baik dapat menghapuskan dosa kecil. Adapun dosa besar, seperti durhaka kepada orang tua, membunuh, riba, minuman keras, dan lain sebagainya tidak ada jalan lain untuk menghapusnya kecuali dengan taubat.
Firman Allah: “Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal shalih kemudian tetap di jalan yang benar.” (Thaaha: 82)
Ini jika dosa besar yang dilakukan tidak berhubungan dengan hak manusia. Namun jika berhubungan dengan hak orang lain, seperti mencuri, marah, membunuh dan lainnya maka harus lebih dahulu mengembalikan hak orang lain yang bersangkutan atau meminta maaf kepadanya. Jika hak telah dikembalikan atau telah mendapatkan maaf, maka langkah berikutnya adalah mengharap kepada Allah agar taubatnya diterima, dosanya diampuni, dan diganti dengan kebaikan.
Allah swt. berfirman: “Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Furqaan: 70)
Jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi, maka urusannya akan berlanjut di akhirat. Orang-orang yang pernah terdhalimi akan menuntut dan mengambil pahala darinya sebagai ganti dari kedhaliman yang ia terima di dunia. Rasulullah saw. bersabda, “Jika seorang mukmin selamat dari neraka, dia ditahan di sebuah jembatan antara surga dan neraka, lalu ia dimintai pertanggung jawaban oleh orang-orang yang terdhalimi di dunia, jika telah usai maka barulah ia diizinkan masuk surga.” (HR Bukhari dari Abu Sa’id al-Khudri ra.)
Di antara kebaikan Allah swt. jika seorang mukmin tidak memiliki dosa kecil, maka amal kebaikan yang ia lakukan berdampak terhadap dosa-dosa besarnya, yaitu dosa-dosa besarnya akan diringankan oleh Allah swt. Jika ia tidak memiliki dosa besar dan dosa kecil, maka pahala dari kebaikan yang dilakukan akan dilipatgandakan.
10. Akhlak merupakan dasar tegaknya peradaban
Dalam pesan ini, Rasulullah saw. mengarahkan kita pada perkara yang membawa kebaikan bagi individu dan tegaknya sistem kemasyarakatan. Perkara tersebut adalah berinteraksi dengan orang lain dengan akhlak yang terpuji,sehingga seorang muslim menjadi pribadi yang lembut, mencintai dan dicintai orang lain, menghormati dan dihormati orang lain, berbuat baik kepada orang lain dan mereka pun berbuat baik kepadanya.
Dalam kondisi seperti ini, masing-masing anggota masyarakat akan bergerak untuk melaksanakan kewajiban dengan penuh kerelaan dan ketenagan. Maka semua urusan berjalan pada jalurnya, norma-norma terpelihara dan peradaban yang agung menjadi nyata.
Manakala akhlak memiliki peran penting bagi kehidupan, maka Islam menempatkannya pada posisi yang sangat vital dan diperlihatkan secara khusus. Sebagai bukti, banyak ayat dan hadits yang berisi anjuran untuk berakhlak mulia, dan keutamaan orang-orang yang berakhlak mulia.
a. “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang lain mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah daripada orang-orang bodoh.” (Al-A’raaf: 199)
b. “Tolaklah [kejahatan itu] dengan cara yang baik. Maka tiba-tiba orang yang bermusuhan denganmu seolah-olah menjadi teman yang sangat setia.” (Fushilat: 34)
c. “Maukah kalian, aku beritahu tentang orang yang paling dicintai Allah dan paling dekat denganku pada hari kiamat?” para shahabat menjawab: “Ya kami mau.” Rasulullah saw. bersabda: “Yaitu orang yang paling baik akhlaknya.” (HR Ibnu Hibban)
d. “orang yang paling baik di antara kamu adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (HR Ahmad)
e. “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR Abu Dawud)
Banyak lagi ayat dan hadits lainnya, yang mengerucut pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, al-Hakim dan Baihaqi, bahwa Nabi saw. bersabda: “Bahwasannya saya diutus untuk menyempurnakan akhlak.”
11. Berusaha memiliki akhlak terpuji
Manusia sangat mungkin memiliki akhlak terpuji, karena Allah swt. telah menganjurkan hal itu.
Al-Hakim dan perawi lain, meriwayatkan dari Muadz ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Perbaikilah akhlakmu dengan orang lain.” Riwayat lain menyebutkan, “Hendaklah kamu memperbaiki akhlakmu semampunya.”
Usaha memiliki akhlak terpuji bisa dengan cara ini: mencontoh akhlak Rasulullah saw., Allah berfirman: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21)
Ketinggian akhlak Rasulullah saw. ini diungkapkan dalam ayat, “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (al-Qalam: 4)
Cara lain adalah bergaul dengan orang-orang yang bertakwa, para ulama, orang-orang yang memiliki akhlak mulia, menjauhi orang-orang jahat dan orang-orang yang mempunyai kebiasaan buruk dan lain sebagainya.
Firman Allah: “Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridlaan-Nya dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka [karena] mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (al-Kahfi: 28)
12. Akhlak yang terpuji
Termasuk akhlak yang terpuji adalah selalu melakukan silaturahim, memberi maaf, berlapang dada dan suka memberi meskipun dalam kondisi yang sulit. Dari Uqbah bin Amir al-Jahmy ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda kepadanya: “Wahai Uqbah maukah kamu aku tunjukkan akhlak yang paling baik, bagi penghuni dunia dan akhirat? [Yaitu] engkau menyambung [persaudaraan] orang yang memutus kamu, memberi hadiah kepada orang yang tidak pernah memberimu hadiah dan memaafkan orang yang mendhalimimu.” (HR al-Hakim)
Dalam riwayat Ahmad disebutkan, “Dan berlapang dada terhadap orang yang mencelamu.” Rasulullah saw. bersabada; “Janganlah meremehkan kebaikan sekecil apapun, meskipun hanya sebuah senyuman [muka yang berseri] ketika bertemu saudaramu.” (HR Muslim)
Dalam sabdanya yang lain, “Tahanlah untuk berbuat kejahatan, karena yang demikian itu adalah shadaqah.” (HR Bukhari dan Muslim)
Wallahu A’lam bis Shawab

SEMOGA BERMANFAAT,,AMINN,.

0 komentar:

Posting Komentar